Kepala Sekolah Boleh Turun, Guru Tidak Pernah Pensiun

gurumesin.my.id. Negara rupanya sedang ingin memastikan satu hal penting: tidak ada yang terlalu lama betah di kursi empuk. Maka muncullah pengingat halus dari sistem—kepala sekolah maksimal menjabat dua periode, setelah itu kembali menjadi guru. Bukan diganti. Bukan dipindahkan ke planet lain. Hanya kembali ke kelas, tempat segalanya dulu dimulai.

Pasal 23 ayat (6) menyampaikannya dengan bahasa yang sangat beradab, nyaris seperti meminta maaf. Guru yang telah selesai masa penugasan sebagai kepala sekolah akan dikembalikan ke satuan pendidikan asal atau ditempatkan di sekolah lain sesuai bidang keahliannya. Terjemahan bebasnya kira-kira begini: terima kasih sudah memimpin, sekarang silakan mengajar lagi.

Bagi sebagian kepala sekolah, ini mungkin momen refleksi. Mengingat-ingat lagi bagaimana rasanya berdiri di depan kelas tanpa mikrofon, tanpa ajudan, dan tanpa notulen. Mengingat kembali bahwa spidol kadang lebih berkuasa daripada tanda tangan. Dan papan tulis sering lebih jujur daripada laporan kinerja.

Selama menjabat, kepala sekolah memang terbiasa dengan rapat panjang, map berwarna-warni, dan kursi yang tidak perlu digeser setiap lima menit. Maka ketika kembali ke kelas, ada kejutan kecil: kursi murid tidak selalu utuh, proyektor kadang memilih libur sepihak, dan siswa punya bakat bertanya hal-hal di luar rencana.

Namun aturan ini sejatinya tidak kejam. Ia justru masuk akal. Dunia pendidikan butuh sirkulasi udara. Terlalu lama duduk di atas bisa bikin lupa rasanya berdiri bersama murid. Terlalu lama memimpin bisa bikin lupa bahwa inti sekolah bukan rapat, melainkan belajar.

Lagipula, menjadi guru lagi bukanlah hukuman. Itu hanya cara sistem berkata: jabatan ada masanya, tapi mengajar adalah identitas. Dan identitas, seperti spidol, memang kadang habis—tapi selalu bisa diisi ulang.

Posting Komentar untuk "Kepala Sekolah Boleh Turun, Guru Tidak Pernah Pensiun"